Malam itu aku sendiri. Butuh ketenangan dan kebebasan. Setelah
beberapa hari lalu aku ngerasa bete banget karena satu hal. Aku dikecewain
sama orang yang aku sayang dan aku rindukan.
Sore itu aku berniat mengunjunginya, pergi ke kotanya demi nemuin dia.
Tapi kenyataan lain dan keberuntungan bukan untuk aku saat itu. Aku yang tak
pedulikan rasa capek sepulang kerja, dan aku sempatkan membeli oleh oleh untuk
kawan yang ingin aku kunjungi. Aku rela berdesak desakan dengan banyak orang
dan aku perjuangkan aku mendapat transport untuk sampai di kotanya. Namun semua
itu terlambat, tiket terjual habis. Dan aku sangat sangat kecewa sekali. Aku
hancur dengan satu kalimat “terserah kamu lah..bebz..”
Aku gak tau apa yang ada dipikiran dia saat tulis kalimat itu..ampun…
Aku hancur dan saat itu aku ngerasa banget betapa bodonya aku. Aku
pulang dengan kecewa dan sangat menyesal. Aku merasa salah banget sama diriku
sendiri yang udah maksain kehendak. Pulang dengan beribu penyesalan dan kekecewaan,
semalaman aku di jalan, gak peduli lagi seperti apa rasa mata, tangan, kaki dan
tubuh ini. D*MN
Kembali, malam yang suntuk itu, aku menikmati waktu sendiri. Aku keluar
kamar dan cari angin segar di sekitar. Ada yang menarik perhatianku saat itu.
Sebuah tenda kecil dengan Bapak tua penjaga tenda itu. “Angkringan” mungkin itu
sebutan akrabnya kalangan umum. Akhirnya aku memutuskan untuk mampir dan makan
disana. Setelah melihat makanan yang tertata rapi, mngingatkanku pada orang
yang belum lama mengecewakan aku. Ya, berupa nasi bungkus kecil yang biasa dan
terkenal disebut nasi kucing, aku begitu menikmatinya. Dengan tambahan beberapa
gorengan yang tersedia. Ntah, sesederhana itu aku. Kadang untuk tenang itu tak
perlu mahal dan mewah. Bapak itu langsung menawariku minum dan aku minta the
panas yang sangat melegakan aku.
Di sela aku makan, Bapak itu sering bertanya sapa dengan aku. Aku pun
jawab pertanyaannya satu per satu dengan membagi konsentrasiku saat itu yang
sambil mengirim pesan singkat ke salah satu temanku. Beberapa menit ngobrol
terasa akrab. Bapak itu terlihat kesepian dan lelah menjajakan makanannya.
Mungkin itu juga jadi faktor kenapa dia lantas berlanjut bercerita padaku.
Tiba tiba datanglah seorang pemuda yang langsung masuk tenda dan membuat
wedang teh oleh dirinya sendiri. Dengan bangganya Bapak tua itu
memperkenalkannya denganku. Ternyata dia adalah putranya, dan masih dipanggil
“adek” oleh Bapaknya. Hmmm lucu juga :)
Setelah pemuda tadi keluar dan pergi ntah kemana mengendarai motornya,
dengan senyum bangga dan sumringah, Bapak itu melanjutkan ceritanya. Bahwa
putranya tadi baru lulus STM tahun ini dan dia adalah putra terakhir Bapak itu.
Lanjut perkenalan mengenai putranya, Bapak tua itu menyebut nama
putranya itu adalah “Gagah Sugandhi” . Nama yang cukup bagus dan gagah,
menurutku. Bapak tua itu melanjutkan bercerita tentang putranya yang bernama
Gagah, dan dia sangat terbuka. Dengan memberitahu arti nama anaknya, orang yang
bijaksana dan gagah. Secara tidak langsung, dari cerita Bapak itu, anaknya
memiliki sifat dan pergaulan yang kurang baik. Berbeda dengan kakaknya, lanjut
cerita Bapak tadi, yang sampai sejauh ini aku malah tidak tau nama Bapak itu
siapa dan juga si Bapak itu pun tak mengetahui namaku, hanya saja tau dimana
aku bekerja karena tadi di awal sempat dia tanyakan. Kakak Gagah Sugandhi sudah
bekerja di salah satu minimarket yang lumayan terkenal di kota gudeg ini.
Namanya adalah “Ganda Wigandhung” yang artinya bagus dalam dan luar. Amin..doa
si Bapak.
Tidak malu malu sang Bapak bercerita sedikit tentang keluarga kecilnya.
Bahwa dia pernah tinggal di kota Palembang dan akirnya memutuskan kembali ke
kota asal karena biaya hidup disana lebih mahal dari disini. Dan sekarang ini
dia bertahan dengan usaha nasi tenda / angkringan ini. Lama lama aku tertarik
terus mendengarkan cerita Bapak itu. Sosoknya, sosok sang ayah dan pemimpin
keluarga yang bagaimanapun juga bertanggung jawab dengan keluarga yang dia
miliki. Sosok sang ayah yang bangga dan selalu sayang dengan putra putranya.
Sang ayah yang menaruh harapan besar kepada putranya dengan memberi doa dalam
nama yang diberikan dan penuh arti bagi kedua putranya. Sosok itu yang
mengngatkanku pada sang ayah yang jauh disana. Sedikit dan pasti ada persamaan
yang bisa aku ambil. Aku merindukan sosok ayah yang selalu bangga menceritakan
setiap langkah putra putrinya. Menerangkan semua hal yang menyangkut kesukaan
putra putrinya dengan senyum bangga dan bahagia, di wajahnya yang kini semakin
keriput, terlihat semakin tua. Ayah…apa kabar ayah disana? Gumamku dalam hati
kecil ini.
Masih, aku mendengarkan cerita Bapak tadi, sembari melahap nasi yang
dijualnya. Ya…aku tak peduli sekitar banyak orang yang ternyata memperhatikanku
makan di tenda dan asik mengobrol dengan Bapak pemilik tenda nasi kucing itu.
Aku sangat menikmati dan membebaskan penat dihatiku. Melirik ke atas dilangit
yang indah dengan sedikit cahaya bulan. Semuanya benar benar membuatku sadar
banyak hal. Ternyata diluar sana banyak sekali hal yang menjadi inspirasi dan
motivasi. Dan lagi, aku salut dengan Bapak tua itu. Betapa bahagianya terpancar
seketika dia menceritakan banyak hal mengenai putra putranya. Tanpa sadar, aku
ikut membatin dan berdoa untuk Bapak itu dan keluarganya.
Malam menunjukkan jam 21.59 wib. Lama lama aku jadi sadar itu sudah cukup malem
untuk anak perempuan. Apalagi aku inget aku belum bersih bersih dari sepulang
kerja tadi. Lantas selesai meneguk teh hangat yang mulai mendingin, aku pamit
pulang.Bapak itu mengucap terima kasih dan aku balas pula “suwun pak..”
Lalu aku pulang dan ngerasa ati ini lega. Feel better aja. Gak tau,
mungkin karena pengaruh cerita Bapak tadi, Bapak penjaja nasi. Terima kasih
pak, batinku seiring langkahku pulang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.